Bergenre romantis dan dibumbui kalimat kalimat quote yang bersinggungan dengan tema traveling, novel karangan Ika Natassa ini sukses menjadi salah satu favoritku karena kisah cintanya yang too perfect to be true. Novel yang menggambarkan kisah tentang dua tokohnya Ale dan Anya yang jatuh cinta pada sebelas menit titik kritis pertemuan yang mengubah jalan hidup mereka ini sukses membuatku menjadikannya inspirasi untuk pergi ke negara kangguru ini. Dan kota tujuan yang mempertemukan Ale dan Anya ini juga menjadi tujuanku, meskipun ini hanya short story yang bahkan tak memiliki kisah happy ending seperti Ale dan Anya.
Dikado novel Critical Eleven February 2016 tapi baru beneran dikasih sama Arum, sohib semasa kuliah karena transit di Rawamangun sebelum berangkat ngetrip ke Aussie Oktober 2016. Tiba tiba setengah tahun lalu terlewat setelah trip ke Sydney yang kulakukan sendiri. AndI have my own version in these critical eleven story, kaya semacam holiday fling sih seperti biasa. Toh namanya fling ini hanya jadi bumbu dari perjalanan yang kutempuh.
I don’t have the critical eleven story like Ale and Anya yet. Duduk di row terdepan ngadep pramugari, I ain’t feeling excited karena sederetanku mamak mamak diam semua. What do you wish sih Nggi. Boro boro tercipta obrolan ala critical eleven, dari awal naik pesawat kami semaput semua. Yang ada tidur semua, mangap dan baru sadar ketika sudah tiba di Sydney. Karena kelelahan dari perjalanan sebelumnya di Perth, sampai Sydney aku dia** tiga hari karena melakukan perjalanan langsung setelah sampai dan kelelahan.
Pergi sendiri tak selalu sepi ketika kamu bisa membawa diri. And I get to know really nice mates in the city of Sydney. And that critical eleven moment happen after three hours my staying. Kisah semacam ini tak melulu terjadi di pesawat dan tak melulu sebelas menit, here it is my critical eleven story version. Sebut saja Albert (bukan Einstein lho ya, and this isnt his real name), seseorang yang membuat perjalanan ke kota itu berbumbu, my Ale version of that trip yang selalu ramah dan nanya apa kabar ketika ketemu. Setiap pagi dia selalu standby di ruang bersama dan nongkrong di balkon, setiap ketemu di dapur ngobrolin apa aja hari ini masak apa, what plan to go hari itu atau ngobrol tentang hal yang ternyata ga aku sadarin dia tau.
Ternyata si Albert selalu belum tidur setiap malam, dia merhatiin setiap kali aku sholat dan beraktivitas apapun di kamar. Fyi, I sleep in a mix dorm karena salah booking dan doi adalah orang yang posisi tidurnya tepat di bed depan. Di hostel kami ada ruang bersama, untuk maen games, sekedar ngobrol sambil dengerin lagu atau sekedar bercanda ketawa tawa. Well I enjoy being there, denger ketawanya Albert yang kaya kuda, yang pamer beberapa kali pernah ke Indonesia dan pengen balik lagi berkunjung katanya.
Si Albert bilang waktu ke negaramu aku jarang liat perempuan pake jilbab pergi sendiri dan gumun liat aing yang sendiri ke sana sini. Setiap papasan pun dia nyapa, apa kabar dengan aksen khasnya dan selalu request diputarkan lagunya Steven and The Coconut Trees karena itu favoritnya. Jumlah hari aku dan Albert sama bahkan waktu check out pun tanggalnya persis, dan kami sempat jalan bareng sehari sebelumnya. Albert is a type who doesn’t really like taking pictures, but me the contrary. Banyak hal yang yang terjadi dalam empat hari kami berinteraksi, but let’s count this as a holiday fling story. Karena memang kisah ini ga bisa diitung happy ending, si Anggi lupa tukeran contact sama Albert. That’s all about this story.
Let’s find your real Ale then in the next chance maybe..