Menonton konser lokal di kota mungkin hal yang biasa, menonton konser dengan konsep yang terlampau utopia mungkin ini pertama kalinya bagiku. Konser yang dikemas dengan tema Folk Concert di hutan ini bernama Lalala Festival ini akhirnya membuatku tergoda untuk menonton. Dengan line up penyanyi penyanyi mancanegara dan lokal kenamaan dan dengan harga sekian, datang dan bergabung akhirnya kulakukan. Berlokasi di Cikole, Lembang, Bandung, Lalala Festival 2019 ini sukses membuat ribuan penonton tumpah ruah, termasuk aku yang tak punya ide tentang acara ini akan dan pernah seperti apa. Sebagai newbie dalam dunia perkonseran aku mengikuti arus saja akan seperti apa nantinya.
Dengan penerbangan setelah jam kantor dan menghanguskan penerbanganku sebelumnya karena perubahan jadwal kegiatan wajib untuk kuikuti, aku berangkat bersama Inas dan Ully menuju Bandung langsung. Hawa sejuk kota menyapa setelah kami sampai, tapi perut keroncongan membuat kami tak tenang melanjutkan jalan ke hotel kami di Lembang. Setelah makan kami bergegas ke hotel dengan Grab. Belum yakin akan memilih alat transportasi apa nanti ketika menonton konser, kami akan nekat keesokan harinya.
Sabtu, 23 Februari 2019 kami bertiga akhirnya memilih berangkat pagi dan itu ternyata keputusan tepat. Booth penukaran tiket dibuka di venue tepat ketika matahari sedang kejam kejamnya membakar kulit dan memanaskan kepala. Untungnya kami antri hanya satu jam saja :” Kami mencari penginapan di dekat tempat acara karena kemungkinan besar tidak akan bisa pulang ke kota karena kemacetan jalan tentunya. Penginapan yang berbentuk kamar sudah habis, setelah banyak pertimbangan kami bertiga memilih sebuah tenda, harganya sewa menginap tenda lumayan sih bikin naangis tapi tak apalah ketimbang kami terlunta lunta karena macet.
Selesai melakukan penukaran tiket sejam kemudian, kami sholat dan makan. Hujan turun ketika barisan masuk sudah mengular, kami memakai jas hujan masing – masing dan mengantre masuk sambil hiking sekitar satu jam. Menggunakan jas hujan warna warni kami semacam penganut sekte akan dibawa ritual. Hujan timbul tenggelam, reda, datang lagi, dan inilah venue acara, Orchird Forest Cikole Lembang. Sebenarnya konsep acara bagus, dengan harga tiket yang cukup terjangkau, sayang sekali kesadaran akan sampah kurang. Pun panitia tak banyak mengingatkan para pengunjung agar semua membawa sampahnya masing masing turun, banyak yang tak sadar diri datang membawa jas hujan dan cemilan, pulang dengan tangan hampa. Semoga tidak akan ada lagi acara semacam ini kalau SDM kita tak siap diri, sudahlah cukup ikut sekali. :”
Line up yang ditawarkan dalam Lalala Festival ini sangat menarik, maka dari itu pengunjung membludak. Bisa dibayangkan berapa ribu manusia yang terlarut dalam acara menyaksikan idolanya. Tak hanya dari penyanyi atau band lokal seperti Fourtwenty atau Sheila, bintang mancanegara yang terkenal pun hadir, ada Crush dari Korea, The Internet dan Honne yang menjadi daya tarik utama, serta banyak penyanyi lainnya. Kelelahan mengantre yang berantakan, berdiri berjam jam, muka lecek tak karuan, dan riweuh seketika hilang ketika bintang idola berada di atas pentas. Bahagia rasanya sing along sepanjang acara.
Acara selesai, kemacetan parah terjadi di Lembang Atas. Banyak yang memprotes dan kecewa dengan panitia acara yang kurang bisa menghandle berbagai aspek yang seharusnya diperhatikan. Termasuk tentang sampah, penumpang Shuttle Lalala yang banyak terlantar, bercampurnya penonton dari berbagai kelas dan banyak hal lainnya. Aku, Inas dan Ully segera menuju tenda kami, beristirahat dari hecticnya acara. Ketika kami mulai terlelap hingga kami mulai terbangun, suara kemacetan dan klakson mengantarkan kami menyambut pagi.
Siap menuju hotel sebelum kami ke Bandung kota. Sembari menunggu jadwal penerbangan yang hanya sekian jam, kami menyesap kopi, makan berat dan mulai merebahkan lelah. Sampai jumpa Bandung, semoga bertemu dengan agenda yang lebih baik.
Cheers,
Travelanggi